Kompetensi guru dalam mengajar masih di bawah standar
minimal. Hal itu terlihat dari hasil uji kompetensi guru (UKG) dari tahun ke
tahun masih jeblok. Tahun ini (2015) hasil uji kompetensi rata-rata nilai hanya
53,05 poin,naik sedikit dari 2013 yang mencapai 42,5 poin. Namun, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tidak mempersoalkan capaian nilai UKG
ini.
Hasil tabulasi dari Kemendikbud, rata-rata nilai UKG
2015 adalah 53,05 poin. Nilai rerata itu didapat dari hasil tes 2,43 juta guru.
Dengan nilai tertinggi 100 poin dan terendahnya 10 poin.
Provinsi Jogjakarta
tercatat sebagai provinsi terbaik dengan nilai rata-rata 62,36 poin.
Provinsi
Jawa Tengah mendapat nilai 58,93 poin dan
Provinsi Jawa Timur dengan nilai
56,71 poin.
Provinsi paling rendah nilai rerata UKG 2015 adalah Maluku Utara
dengan nilai 41,96 poin.
Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud
Pranata Surapranata mengatakan, data nilai UKG yang beredar itu sejatinya belum
resmi dipublikasi. Sebab belum dimasukkan nilai dari peserta UKG susulan. Jadi
data yang beredar di masyarakat itu adalah rangkuman dari nilai UKG utama yang
digelar 9-27 November.
Mendikbud Anies Baswedan tetap bersikap positif
terhadap nilai UKG yang belum menyentuh standar minimal itu. Kemendikbud
sebelumnya menetapkan standar minimal nilai UKG adalah 55 poin. "Jangan
dilihat dari rata-rata itu saja. Tetapi dilihat juga bahwa kami sekarang
memiliki rapor untuk setiap individu guru," paparnya.
Mantan rektor Universitas Paramadina Jakarta itu
mengatakan, tidak apa-apa ada guru yang mendapatkan nilai UKG 2015 rendah.
Namun yang lebih penting bagi Anies adalah, harus ada peningkatan nilai UKG
tahun depan. Menurutnya evaluasi pembinaan guru bakal sulit dilakukan jika
tidak ada acuan nilai kompetensinya.
Anies mengingatkan bahwa indikator kompetensi yang
diujikan dalam UKG ada banyak. Jadi ketika ada guru mendapatkan rerata nilai,
misalnya, 50 poin, belum tentu jelek semuanya. Sebab bisa jadi ada beberapa
indikator kompetensinya mendapatkan nilai tinggi. Anies berjanji akan mengkaji
hasil UKG secara utuh, sehingga diagnosa kompetensi guru bisa akurat.
Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti mengatakan, nilai
UKG yang belum maksimal itu jangan dijadikan vonis bahwa kualitas rata-rata
guru rendah. Sebab menurut dia soal UKG sendiri juga bermasalah. "Di
lapangan banyak guru yang tidak percaya mendapatkan nilai UKG rendah,"
katanya.
Retno di antaranya menyebut banyak guru SD yang
kewalahan menjawab soal ujian. Menurutnya pada Kurikulum 2013 di SD itu ada
guru mata pelajaran keterampilan dan kesenian. Nah ketika mengikuti UKG, mereka
diuji sebagai guru kelas. Akibatnya guru mata pelajaran ini diuji mata
pelajaran lainnya seperti bahasa Indonesia, matematika, dan mata pelajaran
lainnya.
Kondisi hampir sama juga dialami guru-guru SMK. Dia
mengatakan berdasar Kurikulum 2013, ada beberapa mata pelajaran pada bidang
keahlian tertentu yang dihapus. Namun di dalam UKG, banyak soal ujian yang
mengacu pada mata pelajaran yang sudah dihapus. "Jadi guru blank saat
mengisi soal UKG," jelas dia.
0 comments:
Post a Comment